-neks7779neen-
Teringat katanya...

Special untuk semua yang menganggap remeh seorang guru, Kyai, Ustadz, atau istilah lain untuk sang pengajar.

Ceritaku tentang kecilku, sungguh lucu, tak ada bahasa Indonesia dikelas kami, tak ada! Tabu sekali rasanya berbicara dengan seorang guru dengan bahasa Indonesia, kami semua berbicara dengan bahasa Krama Inggil, bahkan dengan teman-teman kami, Saru! itu kata orang tua kami, berbicara tak sopan tak sesuai adat. Pun juga dengan Ayah dan Ibu, semua dengan bahasa Krama Inggil, halus, dan menghormati, atau dengan Orang Tua teman kami, Pakdhe-Paklik, semua orang yang lebih tua, kami berbicara dengan bahasa Krama Inggil. Halus,lembut, dan menghormati mereka.

Sebuah syi'ir saat aku masih ingusan di kelas TPQ, "Bekti Marang Wong Tuo nejan Liya, Tetep ono ojo koyo rajakaya" ... "Berbakti (menghormati) kepada orang tua, meski orang lain, harus! jangan seperti Rajakaya..."

Ya Allah, sampai kelas Enam MI, kami masih ta'dhim, hormat, dan Insya Allah jarang sekali berkata tidak, kotor ataupun yang lain, masih memegang tegug ajaran Ustadzah di kelas TPQ.

Memasuki SMP (hingga sekarang), Astaghfirullah jangan tanya, tak ada teman yang sudi memakai bahasa jawa Krama Inggil, pun juga dengan guru-gurunya, aneh sekali, memakai bahasa Jawa, Bahasa Nasional mulai kupraktekan, tak gagap! hanya perlu pembiasaan.

Jika dulu saat MI, bertemu dengan guru tertunduk menghormati, salaman cium tangan, lalu menyapa "Assalamu'alaikum.." sunggug berbeda, kita akan dibilang aneh jika menundukan badan tanda ta'dhim, Ucap salampun kadang tak dibalas, apalgi cium tangan macam anak TK, hanya akan ditertawakan.
****
Sial! Aku membaca postingan orang yang menjadi guru dengan cara yang berbeda, panjang! tentang keberatanyya dengan gelar haji, lalu menyinggung kearah KYAI HAJI! (Buat yang kenal aku, ini bukan tentang aku!). Intinya dia mengatakan jika tak akan memnaggil seseorang dengan sebutan KYAI HAJI atau Ustadz, panggil saja namanya, lalu menyebutkan beberapa argumennya tentang Ulama dan Ilmunya. Kesimpulannya, jangan pernah ada orang yang memanggil dengan sebutan KYAI HAJI atau Ustadz...

Apa yang dengan sebutan KH atau Ustadz?
Bukankah mereka tak ingin dipanggil demikian? bukankah mereka tak menyuruh dipanggil atau diberi gelar demikian?

Itu semua terjadi karena murni rasa ta'dhim seorang santri yang sempurna memahami betul arti guru.

mereka yag mengecam gelar KH, aku yakin belum pernah menyentuh Kitab Talim Mutaallim...

Padahal pertama kali belajar kitab TM, tentu saja belajar tentang menghormati guru, harus ta'dhim dan manut, semata mencari Ridho Allah melalui seorang guru, ngalap berkah bahasa kaum santri, agar ilmunya manfaat...

Dijelaskan, jelas sekali dalam bab pertama, sedikit menyitir isinya...
Adab yang tidak boleh dilakukan terhadap guru sebagai berikut :
Tidak berjalan di depan guru.
Tidak menduduki tempat yang di duduki seorang guru .
Tidak mendahului bicara di hadapan guru kecuali dengan izinnya.
Tidak bertanya dengan pertanyaan yang membosankan guru
Tidak mengganggu istirahat guru.
Tidak menyakiti hati guru.
Jangan duduk terlalu dekat dengan guru.

begitu dihormatinya guru dalam kitan tersebut... gak salah kan kalo di praktekin?

satu lagi petuah dalam kitab ini... adalah keharusan seorang santri untuk menghormati gurunya, begitu pula orang-orang yang mempunyai pertalian darah dengannya, seperti puteranya dan lain-lain. Khusus untuk menghormati guru, al-Jarnuji menyitir ucapan Sayidina Ali, “ana ‘abdu man ‘allamani harfan, in sya`a ba’a, wa in sya`a a’taqa wa in sya’a istaqarra” (Saya adalah hamba orang yang pernah mengajarkan satu huruf kepada saya, apabila ia mau boleh menjualku, memerdekakanku, atau tetap memperbudakku).

Wa Allahu Alam Bi shawaab

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

phionexzidka

Ittaqillaha haytsuma kunta...La taqul ful qabla an yashbaha fil makyul ...alwahdatu khoirun min jalisisuu' ...Kalah bukan lelah untuk berkarya!

Follow


Copyright © / Qsmart

Template by : Urangkurai / powered by :blogger